Selasa, 15 Februari 2011

Kiat Pengusaha Angkutan Umum Pedesaan Menghadapi Serbuan Motor Jepang

Booming sepeda motor beberapa tahun terakhir berimbas ke sarana transportasi yang lain. Pelan pelan angkutan umum mulai ditinggalkan dan masyarakat beralih ke sepeda motor. Banyak alasan kenapa hal ini terjadi. Pertama yaitu masalah efisiensi. Sepeda motor lebih murah ongkosnya dari pada naik angkutan umum. Apalagi bila rute yang dituju mengharuskan ganti jurusan angkutan. Selain efisiensi biaya juga efisiensi waktu. Jadwal angkutan umum yang tidak tentu, juga waktu ngetem yang lumayan lama untuk menunggu penumpang membuat penumpang tidak betah. Dengan sepeda motor bisa berangkat kapan saja dan tidak perlu menunggu. Selanjutnya yaitu disebabkan proses memiliki sepeda motor sangat mudah. Uang muka dan cicilan ringan. Misal cicilan 360 ribu sekian, kalau di itung itung perhari nggak jauh beda dengan biaya kalau naik angkutan umum, namun dengan kredit motor maka uang tidak hilang karena masih tersisa sepeda motornya yang bisa dijual sewaktu waktu. Saking mudahnya memiliki motor, sekarang motor bukan lagi barang mewah. Saya masih inget dulu, kalau ada yang beli motor pasti se rt heboh, karena ada barang baru. Sekarang sudah tidak demikian lagi. Nggak beda sama beli kacang goreng. Di channel NHK World, saluran tv jepang berbahasa inggris, saya masih ingat saat liputan di indonesia, reporternya mengatakan “motorcycle is the first thing that indonesian people bought when they have money”. Nggak heran populasi motor pun meningkat.

hampir punah..

Lantas kalau semua naik motor bagaimana dengan nasib angkutan umum? Entah di daerah lain, tapi kalau di daerah saya lumayan memprihatinkan bro. Bahkan beberapa terongok di besi tua. Kalau melintas di depan besi tua tersebut saya jadi inget jaman smp dan awal awal sma dulu. Isuzu bison yang kini tak berdaya di besi tua itu dulu sering saya naiki. Dulu tarifnya masih 300 rupiah. Ketika menarik ongkos kernetnya berteriak “arisan – arisan”. Gak lama tangan si kernet penuh dengan uang receh. Saya juga inget teman teman menilap ongkos dengan mengganti koin 100 an dengan 50 an, hehe. Sekarang mungkin sudah beda. Anak smp pun pakai motor ke sekolah. Bagaimana dengan nasib yang masih beroperasi? tak kalah memprihatinkan. Armadanya sudah tua tua. Ibaratnya ngesot di jalanan. Itupun seringkali isinya bukan penumpang, tapi karung karung berisi dagangan pedagang. Padahal dulu saya masih sering liat angkutan umum yang kinyis kinyis. Kami sering berebut naik karena baunya masih fresh tidak terkontaminasi bau2 aneh seperti angkutan yang lama. Larinya juga kencang, nggak ngesot seperti sekarang.

nggak ada lagi yang kinyis2...

Dulu juragan angkutan berjaya. Yang skala besar bahkan punya beberapa puluh armada. Sekarang rontok sedikit demi sedikit. Namun, sebagian yang beroperasi mencoba bertahan. Salah satunya seperti yang sudah saya sebutkan di atas. Yaitu dengan mengangkut apa saja. Yang penting jalan. Selain itu dengan memberikan layanan ekstra ke penumpang. Tidak jarang angkutan umum mengantarkan penumpang sampai di depan rumah walaupun harus masuk gang gang. Semacam travel lah kalau jaman sekarang. Teknologi komunikasi pun dimanfaatkan. Penumpang langganan bisa sms dulu jam kapan angkutannya lewat. Jadi tidak perlu menunggu lama.

Untuk angkutan umum yang jaraknya lumayan jauh, biasanya disiasati dengan 1x PP. Biasanya juga sudah memiliki langganan. Jadi berangkat kalau si penumpang datang. Penumpang bisa sms dulu, jadi nggak ditinggal. Kiat ini biasa dilakukan kalau di daerah saya untuk angkutan yang menuju pelosok.

Apakah kiat tersebut berhasil? entahlah. Yang jelas semakin sedikit saja angkutan umum yang berkeliaran di jalan jalan. Saya tidak berani menghitung berapa pendapatan pemilik angkutan, apalagi krunya. Belum lagi ongkos solar, oli, ban, spare part, dan lain lain.

Semoga suatu saat kondisi membaik. Entah bagaimana, mengatur lagi trayeknya mungkin. Karena banyak yang menggantungkan hidup dari berputar dan tidaknya roda roda angkutan umum ini.

0 komentar: